X CLOSE
Cinta Itu Buta

Cinta Itu Buta






Ocha Putri Ayuni, Wanita cantik yang berpenampilan tomboy dan kalau berbicara suka ceplas-ceplos adalah seniorku di kampus. Dia adalah mahasiswi Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri di kota Surabaya, angkatan tahun 2005 sedangkan aku angkatan 2007. Umur kami terpaut dua tahun dan Ocha sudah kuanggap seperti kakak perempuanku sendiri, karena saking dekatnya aku sama dia. Bahkan dengan keluarganya pun aku sangat dekat.

Dengan bermalas-malasan, aku bangun dari tempat tidur dan melangkah menuju ke arah kamar mandi.

Setelah siap, aku bergegas mencari ibuku untuk pamit berangkat kuliah.

“Ma, aku berangkat kuliah dulu.”

“Iya sayang hati- hati ya dijalan! Bawak mobilnya jangan ngebut, sama jangan lupa baca doa sebelum berangkat.”

“Iya ma aku berangkat dulu ya.” ucapku sambil menyalim tangan ibuku dan mengucapkan salam.

Setelah pamit dengan Ibuku, aku bersiap-siap menuju mobil dan berangkat menjemput Ocha.

Sesampainya didepan rumah Ocha, sebelum turun dari mobil aku mengambil handphone untuk mengabarinya bahwa aku sudah sampai di depan rumahnya.

“Halooo, Mbakyu aku udah di depan rumahmu nih!!”

“Turuno dulu Vin sudah tak buatin kopi.”

“Lah… Katanya kuliah jam 10 Cha, ini udah jam 11 loh kok malah ngopi dulu?”

“Sudah cepetan turun dari mobil masuk dulu sini, sudah terlanjur juga dibuatin kopi lagian sekarang sudah jam 11 sampek kampus jam 12 percuma juga masuk kuliah. Dodol anak ini.”

“Hehehe… Oke siap Mbakyu.”

Setelah turun dari mobil ternyata Ocha sudah di depan pagar rumah dan membukakan pagar untukku.

“Aseeeekkkk… Kopi maturnuwun (terimakasih) Mbakyu-ku yang paling cantik sedunia.”

Setelah meminum kopi dan menyalakan rokok aku terkaget mendengar teriakan dari Ocha.

“Allviin…!! Anak ini kok. Mesti jorok!! Itu kan lepek buat kopi bukan buat asbak rokok.”

“Hehehehe… Lagian gak di siapin asbak nya sekalian sih.” jawabku dengan cengengesan.

“Anak kok gak sabaran sih, nih asbak mu.” ucapnya dengan nada judes.

Ternyata Ocha sudah membawakan asbak untukku merokok.

“Sory Mbakyu, woles napa! Hihhhh… Setiap hari kerjaannya marah-marah mulu.”

Tiba-tiba Ocha duduk di sampingku dan menyandarkan kepalanya di bahuku.

“Vin mau sampai kapan kamu kayak gini? cobak deh perhatiin diri kamu sekarang!!”

“Emang aku kenapa Cha?” tanyaku dengan sedikit bingung dan memperhatikan diriku sendiri.

“Kamu itu sekarang kayak orang gak keurus Vin. Sudah rambutnya gondrong (panjang). Berantakan, kumel lagi! Mbok ya di perhatiin dirinya sendiri.”

“Hmmmm iya-iya Cha, baru juga duduk nikmatin kopi sudah diomelin aja” jawabku dengan muka agak bete.




“Karena hari ini telat ngampus dan sudah siang juga, kan kita hari ini gak ngampus nih. Ayo aku anterin kamu ke salon buat ngerapiin rambutmu, sama sekalian nanti mampir ke salon mobil. Liat tuh mobilmu, di cuci napa sih Vin,” ucapnya sembari menengok ke arah luar rumah dan melihat mobilku. ”Ya ampun itu mobil kotor amat sih Vin, sudah gitu bau rokok lagi.” omelnya.

“Lah yang punya mobil ngerokok Cha, ya wajar kalik kalau mobilku bau rokok.”

“Ya gak wajar lah, kan seharus nya kamu gak ngerokok di dalam mobil!!”

“Mobil, mobil siapa cobak?! orang aku aja yang punya gak permasalahin.”

“Alllviinnn…” teriak Ocha sambil mencubit perutku.

Dan aku yang meringis kesakitan karena dicubit Ocha.“Iya-iya Mbakyu, entar mampir ke salon mobil.”

Ocha, melotot dan menatapku dengan tajam! Aku yang sedikit takut karena di pelototin dan ditatap tajam oleh Ocha, langsung mengeser dudukku untuk agak menjauh.

“Kenapa lagi Mbakyu? Melototin sampek segitunya sih! Itu mata copot loh entar.”

“Ohhh… Jadi kesalon mobil doang ini!!”

“Iya-iya ke Barbershop sekalian entar buat ngerapain rambutku yang gondrong (panjang), berantakan dan kumel” jawabku dengan muka agak bete.

Mau gimana lagi cobak, daripada diomelin terus tiap hari. Mendingan aku mengalah dan menuruti permintaan Ocha untuk merapikan rambutku, yang memang sudah panjang dan berantakan. Karena sudah hampir satu tahun aku tak pernah ke salon untuk merapikan rambutku.

“Nah gtu dong nurut, kan cakep kalau gitu,” pujinya. “Utuuuukk… Utuuuukkk…” godanya sambil mencubit pipiku.

“Ayo Vin, berangkat kalau gitu keburu siang nanti.”

“Sudah siang jugak kalik hiiiihhh…!! Ya udah mana Mama-mu? aku mau pamit Cha.”

“Mama belum pulang ngajar Vin, entar agak sorean baru pulang, udah ayo berangkat.”

Selama di perjalanan aku memperhatikan Ocha mencari sesuatu di dalam tasnya sambil ngedumel sendiri.

“Aku taruh di mana sih itu flashdisk? Kok gak ketemu-ketemu dari tadi!!! perasaan kemarin aku taruh tas deh.” gumamnya.

“Emang carik apaan sih Cha??” tanyaku sambil tetap memperhatikan jalan.

“Flashdisk-ku Vin, kemarin perasaan aku taruh tas deh kok gak ketemu ya?”

“Makanya nyariknya jangan pakai perasaan!! Itu flashdisk-mu ada di dalem dashboard mobil.”

“Loh kok bisa ada di kamu Vin? Perasaan kemarin sudah aku masukin tas.” tanyanya dengan raut muka agak bingung.

“Kemarin kan kamu sendiri Cha, yang nancepin itu flashdisk ke tape mobil hadeeeehh…”

“Oh iya ding! Aku lupa hehehehe… Ya maaf namanya juga lupa.”

“Emang mau ngapain sih Cha, nyariin flashdisk sampai segitunya banget?”

“Mau dengerin lagu yang ada di flashdisk” jawabnya sambil menancapkan flashdisk ke tape mobil.

“Hadehh… Lagune lak mesti lagu melow-melow hiiihhhhh…”

“Wajar kalik, namanya juga cewek kalau suka lagu melow kan wajar.”

Sambil menyandar kan kepala di bahuku, Ocha bernyanyi mengikuti alunan musik dan tanpa kusadari, aku mencium bau rambutnya yang harum.

Sesaat kulirik wajahnya yang lagi bernyanyi dan bersandar di bahuku.

“Viinn…”

“Hmmmm…”

“Kamu mau sampek kapan sih kayak gini?” tanyanya sambil memeluk lenganku dan kepalanya masih bersandar di bahuku.

“Sampai kapan apanya Cha?”

“Cobak deh kamu perhatiin diri kamu sendiri sekarang.”

“Lah emangnya aku kenapa lagi Cha?”

“Semenjak kamu putus dari Cintia,kamu jadi gak karuan Vin…”

“Gak karuan gimana?”

“Iya jadi berantakan, cobak deh perhatiin diri kamu sendiri..! Gak terawat, rambutnya gondrong (panjang), kumel, sering melamun dan jadi males kuliah sekarang. Mau sampek kapan Vin kamu kayak gini? sudah hampir satu tahun juga kan kamu putus dari dia..!! Move on dong.”

Sambil mengambil napas panjang aku menjawab. “Iya-iya Cha move on. Kan ini akunya juga lagi berusaha Cha, belum nemu aja yang pas di hati.”

“Masalahnya bukan karena kamu belum nemuin pengganti Cintia, Vin! Tapi paleng tidak kamu sekarang sudah harus bisa kembali seperti dulu lagi.”

“Kembali seperti dulu yang kayak gimana? Perasaan gak ada yang berubah deh Cha dari aku!!”

“Ya seperti dulu lagi. Muhammad Alvin Fernanda, yang aku kenal. Orangnya ganteng, pinter, ceria dan supel!! Gak seperti Alvin yang sekarang! berantakan, gak terawat, suka ngelamun, rambutnya gondrong lagi.”

“Ohh jadi selama ini aku cakep dan pinter ya.” ucapku sambil melirik dan tersenyum menggoda Ocha yang bersandar di bahuku.”

“Alviinn…” tiba-tiba Ocha berteriak dan menggigit bahuku dengan wajah memerah dan tersenyum kearahku.

“Aduh sakit Cha, kenapa sih hobby-mu itu loh selalu nyiksa aku” keluhku sambil meringis kesakitan dan mengusap-usap bahuku yang digigit Ocha.

Ini anak abis gigit malah senyum-senyum sendiri hadehhh…!! Tapi kalau semakin di perhatiin ya ampun senyumnya itu loh… Imut banget sih kalau tersenyum.

“Abisnya diajak ngobrol serius juga. Malah di bercandain.”

Seketika itu juga aku berpikir, mungkin sudah saatnya sekarang aku melupakannya dan lebih memperhatikan diriku sendiri. Cintia Maharani wanita yang sangat aku cintai yang tega meninggalkanku demi lelaki lain.

Copyright © Majalah Dewasa Indonesia | Distributed by Blogger Templates | Designed by OddThemes